Judul Kegiatan : Pembentukan Keyakinan Kelas di SMAN 2 Unaaha
Guru : Safri, S.Pd
Sekolah : SMA Negeri 2 Unaaha
Calon Guru Penggerak Angkatan 8 Kabupaten Konawe
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Disiplin positif ialah nilai-nilai, keyakinan-keyakinan dan kebiasaan-kebiasaan di sekolah yang berpihak pada murid dengan tujuan agar murid dapat berkembang menjadi pribadi yang kritis, penuh hormat dan bertanggung jawab.
Dalam mewujudkan budaya positif di sekolah peranan sentral dipegang oleh guru. Guru penting untuk memahami posisi apa yang tepat untuk mewujudkan budaya positif baik di lingkungan kelas maupun di lingkup sekolah.
Pemahaman akan disiplin positif juga diperlukan oleh seorang guru karena perannya sebagai pamong guru diharapkan dapat menuntun murid untuk menjadi pribadi yang bertanggung jawab.
Keberadaan budaya positif di dalam sebuah sekolah merupakan urat nadi dari segala aktivitas yang dijalankan warga sekolah mulai dari kepala sekolah, guru, siswa, hingga orang tua.
Budaya positif sekolah yang didesain secara terstruktur, sistematis, serta tepat sesuai dengan kondisi sosial sekolah pada gilirannya dapat memberi kontribusi yang positif pula bagi peningkatan kualitas sumber daya seluruh komunitas sekolah dalam menuju sekolah unggul.
Upaya dalam membangun budaya positif di sekolah yang berpihak pada murid dapat diawali dengan membentuk lingkungan kelas yang mendukung terciptanya budaya positif, yaitu dengan menyusun keyakinan kelas.
Keyakinan kelas yang efektif dapat membantu dalam pembentukan budaya disiplin positif di kelas. Hal ini juga bertujuan untuk dapat membantu proses belajar mengajar yang lebih mudah dan tidak menekan.
Sering kali terjadi permasalahan dengan murid yang berkaitan dengan komunikasi antara murid dengan guru, terutama ketika murid melanggar suatu aturan dengan alasan tidak mengetahui adanya aturan tersebut.
Keyakinan kelas berisi beberapa aturan untuk membantu guru dan murid bekerja bersama membentuk kegiatan belajar mengajar yang efektif. Keyakinan kelas tidak hanya berisi harapan guru terhadap murid, tapi juga harapan murid terhadap guru. Keyakinan kelas disusun dan dikembangkan bersama-sama antara guru dan murid.
Keyakinan kelas yang disusun sebaiknya mudah dipahami dan dapat langsung dilakukan. Oleh karena itu, dalam keyakinan kelas menggunakan kalimat positif sebab lebih mudah dipahami murid dibandingkan kalimat negatif serta mengandung nilai-nilai kebajikan.
Nilai-nilai Kebajikan pada keyakinan kelas akan mendorong seseorang akan lebih termotivasi dari dalam dirinya sendiri. Seseorang akan lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya daripada hanya sekadar mengikuti serangkaian peraturan tertulis tanpa makna.
Murid-murid pun demikian, mereka perlu mendengarkan dan memahami arti sesungguhnya tentang peraturan-peraturan yang diberikan, apa nilai-nilai kebajikan dibalik peraturan tersebut, apa tujuan utamanya, dan menjadi tidak tertarik, atau takut sehingga hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan-peraturan yang mengatur mereka tanpa memahami tujuan mulianya.
B. Tujuan
Tujuan penulisan laporan ini adalah:
1. Terciptanya disiplin positif pada murid melalui penerapan keyakinan kelas
2. Terwujudnya suasana aman dan nyaman di kelas maupun sekolah.
C. Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari kegiatan ini adalah:
1. Murid tidak terbebani karena semua memiliki keyakinan kelas yang sama
2. Murid merasa aman dan nyaman berada di kelas
3. Murid merasa dihargai atas pelibatan aktif semua anggota kelas.
D. Rumusan Masalah
Rumusan masalah kegiatan ini adalah sebagai berikut:
Bagaimana penerapan aksi nyata budaya positif pembentukan keyakinan kelas di SMA Negeri 2 Unaaha?
BAB II PEMBAHASAN
A. Dasar Teori
1. Keyakinan Kelas
Keyakinan kelas berperan sebagai fondasi dan arah tujuan sebuah sekolah/kelas. Keyakinan kelas ini yang akan menjadi landasan dalam memecahkan konflik atau permasalahan di dalam sebuah sekolah/kelas. Selama ini permasalah di kelas/sekolah diselesaikan dengan penegakkan peraturan. Padahal keyakinan kelas dapat melatih siswa untuk berpikir kritis, kreatif, reflektif, dan terbuka dalam menggali nilai keyakinan-keyakinan pada lingkungan mereka masing-masing. Oleh karenanya, diperlukan adanya proses pembentukan dari peraturan-peraturan beralih ke keyakinan kelas.
2. Urgensi Keyakinan Kelas
Pertanyaan berikut ini dapat digunakan sebagai analogi terkait urgensi/pentingnya keyakinan kelas.
Pertanyaan, “Mengapa kita memiliki peraturan tentang penggunaan helm pada saat mengendarai kendaraan roda dua/motor?”
Kebanyakan orang akan menjawabnya untuk ‘keselamatan’.
Ada juga pernyataan seperti ini, “Mengapa kita memiliki peraturan tentang penggunaan masker dan mencuci tangan setiap saat?”
Mungkin jawabannya adalah “untuk kesehatan dan/atau keselamatan”.
Nilai-nilai keselamatan atau kesehatan inilah yang disebut sebagai suatu ‘keyakinan’, yaitu nilai-nilai kebajikan atau prinsip-prinsip universal yang disepakati bersama secara universal, lepas dari latar belakang suku, negara, bahasa maupun agama. Menurut Gossen (1998), suatu keyakinan akan lebih memotivasi seseorang dari dalam, atau memotivasi secara intrinsik. Seseorang akan lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya, daripada hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan. Murid-murid pun demikian, mereka perlu mendengarkan dan mendalami tentang suatu keyakinan, daripada hanya mendengarkan peraturan-peraturan yang mengatur mereka harus berlaku begini atau begitu.
3. Karakteristik Keyakinan Kelas
Sebagai wujud aksi nyata budaya positif di SMAN 2 Unaaha di Kelas X3, X1, dan XI MIPA2 di kelas ini saya bersama murid membentuk keyakinan kelas.
Mereka melalui tahapan pembentukan keyakinan kelas seperti diuraikan di bawah ini.
Pembentukan Keyakinan Sekolah/Kelas:
- Keyakinan kelas bersifat lebih ‘abstrak’ daripada peraturan, yang lebih rinci dan konkrit.
- Keyakinan kelas berupa pernyataan-pernyataan universal.
- Pernyataan keyakinan kelas senantiasa dibuat dalam bentuk positif.
- Keyakinan kelas hendaknya tidak terlalu banyak, sehingga mudah diingat dan dipahami oleh semua warga kelas.
- Keyakinan kelas sebaiknya sesuatu yang dapat diterapkan di lingkungan tersebut.
- Semua warga kelas hendaknya ikut berkontribusi dalam pembuatan keyakinan kelas lewat kegiatan curah pendapat.
- Bersedia meninjau kembali keyakinan kelas dari waktu ke waktu.
Prosedur Pembentukan Keyakinan Sekolah/Kelas:
- Mempersilakan warga sekolah atau murid-murid di sekolah/kelas untuk bercurah pendapat tentang peraturan yang perlu disepakati di sekolah/kelas.
- Mencatat semua masukan-masukan para murid/warga sekolah di papan tulis atau di kertas besar (kertas ukuran poster), di mana semua anggota kelas/warga sekolah bisa melihat hasil curah pendapat.
- Susunlah keyakinan kelas sesuai prosedur ‘Pembentukan Keyakinan Sekolah/Kelas’. Sebaiknya mengganti kalimat-kalimat dalam bentuk negatif menjadi kalimat-kalimat dalam bentuk positif.
- Tinjau kembali daftar curah pendapat yang sudah dicatat. Kemungkinan akan mendapati beragam pernyataan tertulis yang masih berupa peraturan-peraturan. Selanjutnya, ajaklah warga sekolah/murid-murid untuk menemukan sebuah nilai kebajikan atau keyakinan yang menjadi acuan dari peraturan tersebut. Misalnya, Berjalan di kelas, Mendengarkan Guru, Datanglah Tepat Waktu berada di bawah satu perihal keyakinan yaitu keyakinan untuk ‘Saling Menghormati’ atau pada nilai kebajikan ‘Hormat’. Keyakinan inilah yang kemudian dimasukkan dalam daftar keyakinan kelas untuk disepakati. Kegiatan tersebut juga merupakan pendalaman pemahaman pada peraturan ke bentuk keyakinan kelas atau keyakinan sekolah.
- Tinjau ulang Keyakinan Kelas/Sekolah secara bersama-sama. Seharusnya setelah beberapa peraturan telah disatukan menjadi beberapa keyakinan maka jumlah butir pernyataan keyakinan akan berkurang. Sebaiknya keyakinan kelas/sekolah tidak terlalu banyak, bisa berkisar antara 3-7 prinsip/keyakinan. Bilamana terlalu banyak, maka warga kelas/sekolah akan sulit mengingatnya dan akibatnya sulit untuk dijalankan.
- Setelah keyakinan kelas/sekolah selesai dibuat, semua warga kelas dipersilakan meninjau ulang dan menyetujuinya dengan menandatangani keyakinan kelas/sekolah tersebut, termasuk guru dan semua warga/murid.
- Keyakinan kelas/sekolah selanjutnya bisa dilekatkan di dinding kelas di tempat yang mudah dilihat semua warga kelas
Agar semua warga kelas/sekolah dapat memahami setiap pernyataan yang telah tercantum dalam keyakinan kelas, maka selama seminggu di awal tahun ajaran baru dapat didedikasikan untuk pendalaman setiap keyakinan dengan berbagai kegiatan yang mencerminkan budaya positif.
B. Linimasa Tindakan yang Dilaksanakan
Linimasa tindakan yang dilaksanakan adalah:
1. Membuat survei singkat/pengamatan untuk merumuskan keyakinan kelas
2. Merumuskan program “pembiasaan” untuk menanamkan budaya positif “keyakinan kelas”
3. Melaksanakan program
4. Melakukan pengamatan dan pemantauan
5. Mengadakan kegiatan refleksi dan tindak lanjut
C. Tolok Ukur
Tolok ukur keberhasilan, yaitu:
1. Terdapat lebih dari 80% siswa menerapkan keyakinan kelas
2. Kejadian yang membuat suasana tidak aman dan nyaman hanya terjadi maksimal lima kali per hari selama 10 hari berturut-turut
D. Penerapan
Saya melaksanakan aksi nyata ini menggunakan urutan prosedur berikut ini:
1. Pengamatan untuk merumuskan keyakinan kelas
Pengamatan saya lakukan dengan menggunakan metode BAGJA. Saya melakukan analisis situasi untuk mencari potensi positif dari Kelas X3 karena kelas ini umumnya murid memiliki kemampuan berkomunikasi yang bagus serta kerja sama antar siswa juga baik.
2. Merumuskan program “pembiasaan” untuk menanamkan budaya positif “keyakinan kelas”
Perumusan keyakinan kelas melibatkan seluruh anggota kelas. Saya sebagai guru memandu pembahasan untuk merumuskan keyakinan kelas. Pembahasan tentang keyakinan kelas difokuskan pada hasil pengamatan yang sudah dilakukan dengan menggunakan metode BAGJA.
Pembahasan ini saya awali dengan menawarkan kepada setiap anggota kelas berpendapat. Siswa kelas 3 termasuk kelas awal. Belum banyak yang dapat menyampaikan pendapatnya secara runtut melalui lisan. Maka dari itu, saya mendorong adanya persetujuan/kesepakatan dengan cara menuliskan pada kertas warna.
Saya menyiapkan tiga jenis kertas warna. Ada yang berwarna hijau, kuning dan orange. Masing-masing warna digunakan untuk setiap pembahasan. Saya minta mereka menuliskan nilia-nilai kebajikan yang sudah sering laksanakan di rumah dan di sekolah pada kertas post it tersebut.
3. Pelaksanaan program
Strategi ini terbukti berdampak positif. Setiap siswa memahami keyakinan kelas yang baru saja disepakati. Keyakinan kelas ini kemudian kami baca setiap hari. Ada juga poster kecil berisi keyakinan kelas. Poster ini menggantikan poster peraturan kelas yang ada. Kini tidak ada peraturan yang terkesan mengekang anak. Siswa lebih nyaman dengan prinsip-prinsip universal yang telah disepakati bersama dalam bentuk keyakinan kelas.
4. Pengamatan dan pemantauan
Pengamatan secara pasif lebih banyak saya lakukan. Yang dimaksud dengan pengamatan pasif adalah saya mengamati dengan tidak langsung memberikan peringatan/komentar. Saya lebih memilih mencatat apa yang saya lihat, dengar dan rasakan. Baru kemudian di akhir pembelajaran saya minta anak-anak untuk melakukan refleksi bersama.
5. Kegiatan refleksi dan tindak lanjut
Refleksi terhadap pelaksanaan budaya positif di kelas dilakukan pada setiap akhir pembelajaran. Akhir pembelajaran biasanya saya paparkan hasil pengamatan saya. Saya akan memberikan penguatan bila ada tindakan-tindakan positif. Penguatan ini dilakukan untuk menguatkan budaya positif di kelas. Apabila ada hal-hal yang tidak sesuai dengan keyakinan kelas, saya menerapkan teknik segitiga restitusi.
Bab III Penutup
A. Simpulan
Pembentukan keyakinan kelas X3 dilakukan melalui langkah berikut:
1. Pengamatan untuk merumuskan keyakinan kelas
2. Merumuskan program “pembiasaan” untuk menanamkan budaya positif “keyakinan kelas”
3. Pelaksanaan program
4. Pengamatan dan pemantauan
5. Kegiatan refleksi dan tindak lanjut
B. Rekomendasi
Pelaksanaan aksi nyata pembentukan budaya positif di kelas akan lebih optimal bila melibatkan beberapa pihak berikut:
1. Murid
2. Orang tua/wali murid
3. Rekan sejawat/guru mapel